BERITA UNIK Uncategorized

Penumpang Naik dan Bayar Rp750 Ribu

PELANGI99– Meski ojek online sudah marak, bukan berarti tak ada lagi ojek pangkalan. Di sejumlah tempat, termasuk di Jakarta, masih ada armada ojek konvensional tersebut. Penumpang Naik dan Bayar Rp750 Ribu

Sebenarnya, banyak orang merasa ojek pangkalan kurang praktis. Tidak seperti ojek online yang tinggal pesan via aplikasi. Sekali klik ponsel, abang ojek datang.

Bandingkan dengan ojek pangkalan. Calon penumpang harus berjalan menuju tempat tukang ojek mangkal. Bila tidak, ya menunggu di pinggir jalan sampai bertemu dengan tukang ojek lewat.

Selain itu, penentuan harga ojek pangkalan juga kurang praktis. Calon penumpang dan tukang ojek harus tawar-menawar. Bagi sebagian orang memang menyenangkan, tapi banyak juga yang merasa kurang nyaman.

Penumpang Naik dan Bayar Rp750 Ribu

Beberapa orang memilih ojek online karena tarifnya sesuai aplikasi. Tanpa tawar-menawar. Lebih praktis. Terkadang inilah yang menjadi pertimbangan utama. Banyak orang enggan memakai jasa ojek pangkalan karena ribet. Harga kurang bersahabat.

Perlakuan Tak Enak

Sudah begitu, ada saja pengemudi ojek pangkalan yang mematok tarif seenaknya. Memang tidak semua tukang ojek pangkalan. Hanya beberapa saja. Kalau sudah begitu, penumpang merasa dirugikan, seperti kisah tiga orang ini.

Dilansir akun Instagram @newdramaojol.id, Jumat 21 Februari 2020, baru-baru ini ada tiga orang yang mendapat perlakuan tidak enak dari tukang ojek pangkalan di Terminal Kalideres, Jakarta Barat. Penumpang Naik

Kisahnya bermula saat ketiga orang, yang diduga berasal dari luar Jakarta, turun dari bus. Penumpang Naik

Tak lama setelah itu mereka dihampiri oleh tukang ojek pangkalan yang menawarkan jasanya.

Awalnya Menolak, Lalu…

Awalnya ketiga orang itu menolak, tapi tas ditarik oleh tukang ojek tersebut dan diletakkan di motor.

Akhirnya, mereka mengalah dan diantar menggunakan tiga motor. Namun, tidak ada kesepakatan harga di muka.

Yang mengejutkan saat tiba di tujuan, ketiga orang itu diminta membayar ojek sebesar Rp750 ribu. Adu mulut kemudian tak terelakkan.

Akhirnya ketiga penumpang itu membayar Rp450 ribu. Meski hampir separuh yang dipatok tukang ojek, harga itu tetap saja menyesakkan.

Peristiwa yang direkam dan diunggah ke YouTube itu kemudian menjadi viral dan mendapat tanggapan warganet.

“ Marah marah pas ada ojek online, kalo kelakuannya gitu ya gimana orang mau naik opang,” tulis warganet.

“ Ini yang parah bgt sih, pemerasan paksa. Mentang-mentang dia pendatang jgn di peras,” komentar warganet lainnya.

Kala Ojek Pangkalan Bertemu Ojek Online

Fenomena ojek berbasis aplikasi ponsel atau online telah ramai diperbincangkan masyarakat. Terlebih, dalam beberapa waktu lalu ada penolakan dari pengojek pangkalan terhadap pengojek online.

Tema itulah yang dibahas dalam diskusi bertajuk ” Menelaah Aspek Hukum, Ekonomi, dan Sosial Fenomena Go-Jek” di Gedung Boedi Harsono, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kamis, 17 September 2015. Dalam diskusi yang berlangsung disinggung mengenai regulasi kendaraan roda dua dan persaingan usaha opang dan ojek beraplikasi.

Menurut Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta ,Ellen S.W. Tangkudung, pada dasarnya digunakannya kendaraan beroda dua sebagai transportasi publik adalah hal yang berada di luar perundangan.

” Belum ada undang-undang yang mengatur kendaraan roda dua sebagai transportasi umum,” katanya.

Pernyataan itu didukung dosen Fakultas Hukum UI, Ditha Wiradiputra. Menurutnya, publik harus melihat perangkat perundangan baik ojek pangkalan maupun ojek aplikasi.

” Ibarat mini market dan pasar tradisional, konsumen akan memilih. Tetapi, yang terpenting dari keduanya adalah perangkat peraturannya. Dua-duanya tidak boleh mati,” katanya seusai acara.

Mengenai persoalan makin tumbuhnya ojek, Ellen melihat dari perspektif lain. Menurutnya, polemik yang berkepanjangan mengenai ojek pangkalan dan ojek aplikasi merupakan puncak gunung es masalah transportasi. Untuk itu dia menuntut pemerintah untuk menyediakan layanan angkutan masal yang beradab.

” Yang paling penting ialah harus diciptakannya layanan angkutan massal,” jelasnya.

Meskipun demikian keberadaan ojek pangkalan dan ojek online saat ini masih penting. Sebab, ojek selama ini telah banyak membantu masyarakat dalam transportasi. Menurut Ellen, ojek menjadi alternatif, sembari menunggu realisasi pemerintah untuk mewujudkan transportasi massal tersebut.

Dalam diskusi tersebut turut hadir Ketua Ojek Pangkalan UI, Mulyadi. Dia memberikan alasan mengapa selama ini ojek aplikasi, semisal Go-Jek sering mendapat tekanan.

Menurutnya penggojek aplikasi sering tidak sopan. ” Mereka itu (Go-Jek) tidak tahu etika dan lebih mengutamakan bisnis semata,” katanya di sela-sela diskusi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *