Pelangi99 Lounge – Tanda Kamu Seorang Masokhis, apa yang terbesit dalam pikiran saat mendengar kata “BDSM”? “50 Shades of Grey“? Ya, BDSM (melibatkan bondage, di scipline, dominance dansubmission, sadomasochism) adalah variasi aktivitas seksual yang mana ada peran-peran berlawanan. Misalnya sadisme dan masokhisme. Kali ini kita akan secara spesifik membahas tendensi masokhisme. Pelangi99 Online
Pelaku masokhisme, yaitu masokhis, di gambarkan sebagai seseorang yang cuma bisa merasakan kepuasan ketika di dominasi pasangannya. Misalnya dengan di pecut, di rantai, di pukuli, di maki, di hina, atau di lecehkan.
Apakah kamu merasa punya kecenderungan ini? Bila iya atau sekadar penasaran, inilah beberapa tanda kamu adalah seorang masokhis.
Tidak senang dengan pujian dan penghargaan
Di lansir McGill Media, tanda masokhisme yang pertama adalah merasa tidak senang dengan pujian dan penghargaan. Malah, perlakuan yang merendahkan atau mempermalukan mereka di anggap sebagai “penghargaan”.
Pada dasarnya, mereka membenci diri sendiri. Jika ada orang lain yang ingin menghibur mereka serta menunjukkan kasih sayang, mereka malah tidak senang. Mereka malah menyatakan kalau di ri mereka rendah dan di ikuti seribu alasan mengapa.
“Senyum kegembiraan murni adalah hal yang paling sulit di dapatkan dari seorang masokhis,” mengutip laman tersebut.
Tertarik pada seorang narsistik
Mengutip Mind Body Green, pribadi narsistik terlihat berkharisma, pandai, dan memang menarik secara penampilan. Namun, pribadi ini pun kerap merendahkan orang lain agar mereka merasa “tinggi”. Pada masokhis? Mereka suka di rendahkan, sehingga mereka tertarik pada pribadi narsistik layaknya laron dan lampu.
Kalau kamu terus-terusan tertarik kepada seorang narsistik, itu adalah tanda lainnya kamu seorang masokhis.
Lebih senang menjadi korban
Makin besar rasa sakit yang di rasakan, makin besar kepuasan yang di dapat. Seorang masokhis punya kecenderungan senang menjadi korban. Korban selalu menganggap di rinya tak berdaya dan terus-terusan butuh belas kasihan.
Mereka tak ada masalah dalam menolong orang lain, tetapi mereka tak ingin di rinya di selamatkan.
Dalam sebuah hubungan, jika kamu merasa seperti orang jahat karena pasangan selalu merasa tersakiti, bisa jadi itu bukan salahmu, tetapi pasanganmu memang senang menempatkan di rinya sebagai seorang korban.
Sengaja melakukan kesalahan agar bisa di hina atau di aniaya
Masokhis kerap berkubang dalam kerendahan diri. Ketidakmampuan seseorang untuk menikmati kesenangan terkecil dalam hidup adalah tanda masokhisme. Mereka terus menganggap bahwa kenikmatan harus datang dari rasa sakit dan malu.
Jika pasanganmu terus-terusan merusak kebahagiaan diri sendiri, bukan tidak mungkin mereka adalah seorang masokhis.
Tidak mampu (dan mungkin tidak mau) membela diri
Jika kamu disalahkan padahal kamu benar, kamu pasti membela diri, kan? Namun, tidak pada masokhis. Meskipun mereka tahu mereka tidak salah, mereka tetap saja tidak mampu membela diri.
Peduli atau tidak dengan diri sendiri, masokhis senang jika direndahkan. Intinya, mereka menganggap diri mereka pantas untuk disalahkan atau direndahkan. Ini mungkin terlihat saat sedang bertengkar. Seorang masokhis mungkin hanya mengiyakan apa yang dikatakan oleh pasangannya tanpa membela diri meskipun dia benar.
Adakah manfaatnya?
Belum ada penelitian yang secara spesifik meneliti tentang masokhisme atau masokhis. Namun, kalau konsep BDSM sendiri penelitiannya sudah ada.
Ada sebuah studi yang mengamati kepribadian, gaya keterikatan hubungan, dan kesejahteraan individu pelaku BDSM. Temuannya, seperti yang tertuang dalam The Journal of Sexual Medicine tahun 2013, mereka lebih baik dalam menyesuaikan diri daripada orang lain yang bukan pelaku BDSM.
Partisipan studi pelaku BDSM merasa lebih aman dalam hubungan dengan pasangan, rasa kesejahteraan yang meningkat, lebih berhati-hati dengan orang lain, lebih ekstrover, lebih terbuka untuk mencoba pengalaman baru, penurunan kecemasan, dan lebih tidak peduli terhadap persepsi orang lain.
Selain itu, dilansir Verywell Health, ada pula temuan studi yang menyebut bahwa tingkat kesadaran pelaku BDSM saat beraktivitas seksual serupa dengan praktisi yoga atau runner’s high (euforia dari lari cepat).
Nah, kondisi tersebut punya manfaat sehat, yaitu menurunkan kadar kortisol atau hormon stres dalam tubuh. Partisipasi BDSM di sebut-sebut punya efek yang sama.
Sebagai contoh, satu rangkaian penelitian menemukan bahwa pasangan yang punya peran dominan mengalami penurunan kadar kortisol setelah sesi BDSM. Ini tertuang dalam Journal of Positive Sexuality tahun 2015.
Peneliti juga menyebut bahwa aktivitas seksual tersebut dapat meningkatkan rasa keterikatan dan keintiman dengan pasangan. Selain itu, penelitian dalam jurnal Culture, Health & Sexuality tahun 2017 menemukan bahwa partisipan BDSM mengalami pengalaman spiritual.
Panduan “Di agnostic and Statistical Manual of Mental Di sorders (DSM–5)” dari American Psychiatric Association (APA) menyebut, masokhisme termasuk dalam kategori kelainan seksual atau parafilia.
Parafilia berhubungan dengan dorongan, perilaku, fantasi, dan keinginan untuk membangkitkan gairah seksual yang kuat, lewat perilaku seks yang menyimpang. Kondisi itu bisa berisiko melukai diri atau orang lain.
Sebetulnya APA mengindikasikan bahwa tendensi seksual masokhisme itu lumrah. Namun, bila ini sudah berkembang menjadi perilaku menyimpang atau adanya masalah psikologis maupun sosial, atau bahkan sampai melukai diri sendiri maupun orang lain, sebaiknya cari bantuan profesional.