DEWASA18++ – Ditinggal mati oleh isteri di usia 39 tahun bukan hal yang menyenangkan. Namaku Ardy, berasal dari kawasan Timur Indonesia, tinggal di Surabaya. Isteriku Lia yang terpaut lima tahun dariku telah dipanggil menghadap hadirat penciptanya. Tinggal aku seorang diri dengan dua orang anak yang masih membutuhkan perhatian penuh. Seiring Waktu Kisah Awal Pertemuan Duda dan Janda
Aku harus menjadi ayah sekaligus ibu bagi mereka. Bukan hal yang mudah. Sejumlah teman menyarankan untuk menikah lagi agar anak-anak memperoleh ibu baru. Anjuran yang bagus, tetapi saya tidak ingin anak-anak mendapat seorang ibu tiri yang tidak menyayangi mereka. Karena itu aku sangat hati-hati.
Kehadiran anak-anak jelas merupakan hiburan yang tak tergantikan. Anita kini berusia sepuluh tahun dan Marko adiknya berusia enam tahun. Anak-anak yang lucu dan pintar ini sangat mengisi kekosonganku. Namun kalau anak-anak lagi berkumpul bersama teman-temannya, kesepian itu senantiasa menggoda.
Ketika hari telah larut malam dan anak-anak sudah tidur, kesepian itu semakin menyiksa. Sejalan dengan itu, nfsu brhiku yang tergolong besar itu meledak-ledak butuh penyaluran. Beberapa teman mengajakku mencari wanita pngglan tetapi aku tidak berani. Resiko terkena penyakit mengendurkan niatku. Terpaksa aku bermsturb*si.
Seiring Waktu
Sesaat aku merasa lega, tetapi sesudah itu keinginan untuk mengg*luti tubuh seorang wanita selalu muncul di kepalaku karena rasa kesepian. Tidak terasa tiga bulan telah berlalu. Perlahan-lahan aku mulai menaruh perhatian ke wanita-wanita lain. Beberapa teman kerja di kantor yang masih lajang kelihatannya membuka peluang. Namun aku lebih suka memiliki mereka sebagai teman.
Karena itu tidak ada niat untuk membina hubungan serius. Di saat keinginan untuk men*kmati tubuh seorang wanita semakin meningkat, kesempatan itu datang dengan sendirinya. Senja itu di hari Jumat, aku pulang kerja. Sepeda motorku santai saja kularikan di sepanjang Jalan Darmo. Maklum sudah mulai gelap dan aku tidak terburu-buru.
Di depan hotel Mirama kulihat seorang wanita kebingungan di samping mobilnya, Suzuki Baleno. Rupanya mogok. Kendaraan-kendaraan lain melaju lewat, tidak ada orang yang peduli. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, tidak tahu apa yang hendak dilakukan. Rupanya mencari bantuan. Aku mendekat.
“Ada yang bisa saya bantu, Mbak?” tanyaku sopan.
Ia terkejut dan menatapku agak curiga. Saya memahaminya. Akhir-akhir ini banyak kejahatan berkedok tawaran bantuan seperti itu.
“Tak usah takut, Mbak”, kataku.”Namaku Ardy. Boleh saya lihat mesinnya?”
Walaupun agak segan ia mengucapkan terima kasih dan membuka kap mesinnya. Ternyata hanya problema penyumbatan slang bensin. Aku membetulkannya dan mesin dihidupkan lagi. Ia ingin membayar tetapi aku menolak. Kejadian itu berlalu begitu saja.
Tidak kuduga hari berikutnya aku bertemu lagi dengannya di Tunjungan Plaza. Aku sedang menemani anak-anak berjalan-jalan ketika ia menyapaku. Kuperkenalkan dia pada anak-anak. Ia tersenyum manis kepada keduanya.
“Sekali lagi terima kasih untuk bantuan kemarin sore”, katanya,”Namaku Mei. Maaf, kemarin tidak sempat berkenalan lebih lanjut.”
“Aku Ardy”, sahutku sopan.
Harus kuakui, mataku mulai mencuri-curi pandang ke seluruh tubuhnya. Wanita itu jelas turunan Cina. Kontras dengan pakaian kantor kemarin, ia sungguh menarik dalam pakaian santainya. Ia mengenakan celana jeans biru agak ketat, dipadu dengan kaos putih berlengan pendek dan leher rendah.
Pakaiannya itu jelas menampilkan keseksian tubuhnya. Buah ddanya yang ranum berukuran kira-kira 38 menonjol dengan jujurnya, dipadu oleh pinggang yang ramping. Pinggulnya bundar indah digantungi oleh dua bongkahan pantt yang besar. Seiring Waktu
“Kok bengong”, katanya tersenyum-senyum,”Ayo minum di sana”, ajaknya. Seperti kerbau dicocok hidungnya aku menurut saja. Ia menggandeng kedua anakku mendahului. Keduanya tampak ceria dibelikan es krim, sesuatu yang tak pernah kulakukan. Kami duduk di meja terdekat sambil memperhatikan orang-orang yang lewat.
“Ibunya anak-anak nggak ikut?” tanyanya.
Aku tidak menjawab. Aku melirik ke kedua anakku, Anita dan Marko. Anita menunduk menghindari air mata.
“Ibu sudah di surga, Tante”, kata Marko polos. Ia memandangku.
“Isteriku sudah meninggal”, kataku. Hening sejenak.
“Maaf”, katanya,”Aku tidak bermaksud mencari tahu”, lanjutnya dengan rasa bersalah.
Pokok pembicaraan beralih ke anak-anak, ke sekolah, ke pekerjaan dan sebagainya. Akhirnya aku tahu kalau ia manajer cabang satu perusahaan pemasaran tekstil yang mengelola beberapa toko pakaian. Aku juga akhirnya tahu kalau ia berusia 32 tahun dan telah menjanda selama satu setengah tahun tanpa anak.
Selama pembicaraan itu sulit mataku terlepas dari bongkahan ddanya yang menonjol padat. Menariknya, sering ia menggerak-gerakkan badannya sehingga buah ddanya itu dapat lebih menonjol dan kelihatan jelas bentuknya. Beberapa kali aku menelan air liur membayangkan nikmatnya menggmuli tubuh bahnol nan s*ksi ini.
“Nggak berpikir menikah lagi?” tanyaku.
“Rasanya nggak ada yang mau sama aku”, sahutnya.
“Ah, Masak!” sahutku,”Aku mau kok, kalau diberi kesempatan”, lanjutku sedikit nakal dan memberanikan diri.”Kamu masih cantik dan menarik. S*ksi lagi.”
“Ah, Ardy bisa aja”, katanya tersipu-sipu sambil menepuk tanganku. Tapi nampak benar ia senang dengan ucapanku.
Tidak terasa hampir dua jam kami duduk ngobrol. Akhirnya anak-anak mendesak minta pulang. Mei, wanita Cina itu, memberikan alamat rumah, nomor telepon dan HP-nya. Ketika akan beranjak meninggalkannya ia berbisik, “Saya menunggu Ardy di rumah.”
Hatiku bersorak-sorak. Lelaki mana yang mau menolak kesempatan berada bersama wanita semanis dan ses*ksi Mei. Aku mengangguk sambil mengedipkan mata. Ia membalasnya dengan kedipan mata juga. Ini kesempatan emas. Apalagi sore itu Anita dan Marko akan dijemput kakek dan neneknya dan bermalam di sana.
“OK. Malam nanti aku main ke rumah”, bisikku juga, “Jam tujuh aku sudah di sana.” Ia tersenyum-senyum manis.
Sore itu sesudah anak-anak dijemput kakek dan neneknya, aku membersihkan sepeda motorku lalu mandi. Sambil mandi imajinasi sksulku mulai muncul. Bagaimana tampang Mei tnpa pakaian? Pasti indah sekali tubuhnya yang bgil. Dan pasti sangatlah nikmat menggluti dan menytubuh* tubuh semontok dan selembut itu. Seiring Waktu
Apalagi aku sebetulnya sudah lama ingin menkmati tbuh seorang wanita Cina. Tapi apakah ia mau menerimaku? Apalagi aku bukan orang Cina. Dari kawasan Timur Indonesia lagi. Kulitku agak gelap dengan rambut yang ikal. Tapi.. Peduli amat. Toh ia yang mengundangku.
Andaikata aku diberi kesempatan, tidak akan kusia-siakan. Kalau toh ia hanya sekedar mengungkapkan terima kasih atas pertolongaku kemarin, yah tak apalah. Aku tersenyum sendiri. Jam tujuh lewat lima menit aku berhasil menemukan rumahnya di kawasan Margorejo itu.
Rumah yang indah dan mewah untuk ukuranku, berlantai dua dengan lampu depan yang buram. Kupencet bel dua kali. Selang satu menit seorang wanita separuh baya membukakan pintu pagar. Rupanya pembantu rumah tangga.
“Pak Ardy?” ia bertanya, “Silahkan, Pak. Bu Mei menunggu di dalam”, lanjutnya lagi.
Aku mengikuti langkahnya dan dipersilahkan duduk di ruang tamu dan iapun menghilang ke dalam. Selang semenit, Mei keluar. Ia mengenakan baju dan celana santai di bawah lutut. Aku berdiri menyambutnya.
“Selamat datang ke rumahku”, katanya. Seiring Waktu
Ia mengembangkan tangannya dan aku dirangkulnya. Sebuah cuman mendarat di pipiku. Ini cuman pertama seorang wanita ke pipiku sejak kematian isteriku. Aku berdebaran. Ia menggandengku ke ruang tengah dan duduk di sofa yang empuk. Mulutku seakan terkunci. Beberapa saat bercakap-cakap, si pembantu rumah tangga datang menghantar minuman.
“Silahkan diminum, Pak”, katanya sopan, “Aku juga sekalian pamit, Bu”, katanya kepada Mei.
“Makan sudah siap, Bu. Saya datang lagi besok jam sepuluh.”
“Biar masuk sore aja, Bu”, kata Mei, “Aku di rumah aja besok. Datang saja jam tiga-an.” Seiring Waktu
Pembantu itu mengangguk sopan dan berlalu.
“Ayo minum. Santai aja, aku mandi dulu”, katanya sambil menepuk p*haku.
Tersenyum-senyum ia berlalu ke kamar mandi. Di saat itu kuperhatikan. Pakaian santai yang dikenakannya cukup memberikan gambaran bentuk tubuhnya. Buah ddanya yang montok itu menonjol ke depan laksana gunung. Panttnya yang besar dan bulat berayun-ayun lembut mengikuti gerak jalannya. Pah*nya padat dan mulus ditopang oleh betis yang indah.
“Santai saja, anggap di rumah sendiri”, lanjutnya sebelum menghilang ke balik pintu.
Dua puluh menit menunggu itu rasanya seperti seabad. Ketika akhirnya ia muncul, Mei membuatku terkesima. Rambutnya yang panjang sampai di punggungnya dibiarkan tergerai. Wajahnya segar dan manis. Ia mengenakan baju tidur longgar berwarna cream dipadu celana berenda berwarna serupa.
Tetapi yang membuat mataku membelalak ialah bahan pakaian itu tipis, sehingga pakaian d*lamnya jelas kelihatan. ** merah kecil yang dikenakannya menutupi hanya sepertiga buah ddanya memberikan pemandangan yang indah. Celna dlam merah jelas memberikan bentuk panttnya yang besar bergelantungan.
Pemandangan yang menggarahkan ini spontan mengungkit nfsu brhiku. Kemaluanku mulai bergerak-gerak dan berdenyut-denyut.
“Aku tahu, Ardy suka”, katanya sambil duduk di sampingku, “Siang tadi di TP (Tunjungan Plaza) aku lihat mata Ardy tak pernah lepas dari buah d*daku. Tak usah khawatir, malam ini sepenuhnya milik kita.”
Ia lalu mencum pipiku. Nafasnya menderu-deru. Dalam hitungan detik mulut kami sudah lekat berpgutan. Aku merengkuh tubuh montok itu ketat ke dalam pelukanku. Tangaku mulai bergerilya di balik baju tidurnya mencari-cari buah ddanya yang montok itu. Ia menggeliat-geliat agar tanganku lebih leluasa bergerak sambil mulutnya terus menyambut permainan bibir dan lidhku. Lidhku menerobos mulutnya dan bergulat dengan lidhnya. Seiring Waktu
Tangannya pun aktif menyerobot T-shirt yang kukenakan dan merba-rba perut dan punggungku. Membalas gerakannya itu, tangan kananku mulai merayapi phanya yang mulus. Kunikmati kehalusan kulitnya itu. Semakin mendekati pangkal phanya, kurasa ia membuka kakinya lebih lebar, biar tanganku lebih leluasa bergerak. Seiring Waktu
Peralahan-lahan tanganku menyentuh gundukan kemluannya yang masih tertutup celna dlam tipis. Jariku menelikung ke balik celna dlam itu dan menyentuh bibir kemluannya. Ia mengaduh pendek tetapi segera bungkam oleh permainan lidhku. Kurasakan badannya mulai menggeletar menahan nfsu brhi yang semakin meningkat.
Tangannyapun menerobos celna dlamku dan tangan lembut itu menggenggam batng kemluan yang kubanggakan itu. Kemaluanku tergolong besar dan panjang. Ukuran tegng penuh kira-kira 15 cm dengan diameter sekitar 4 cm. Senjta kebanggaanku inilah yang pernah menjadi kesukaan dan kebanggaan isteriku. Aku yakin senj*taku ini akan menjadi kesukaan Mei. Ia pasti akan ketagihan.
“Au.. Besarnya”, kata Mei sambil mengelus lembut kemluanku. Elusan lembut jari-jarinya itu membuat kemluanku semakin mengembang dan mengeras. Aku mengerang-ngerang nikmat. Ia mulai menjlati dagu dan leherku dan sejalan dengan itu melepaskan bajuku. Segera setelah lepas bajuku bibir mungilnya itu menyentuh putng susku. Lidahnya bergerak lincah menjlatinya.
Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tangannya kembali menerobos celanaku dan menggenggam kemluanku yang semakin berdenyut-denyut. Aku pun bergerak melepaskan pakaian tidurnya. Rasanya seperti bermimpi, seorang wanita Cina yang cantik dan sksi duduk di phaku hanya dengan celna d*lam dan **.
“Ayo ke kamar”, bisiknya, “Kita tuntaskan di sana.”
Aku bangkit berdiri. Ia menjulurkan tangannya minta digendong. Tubuh bahenol nan sksi itu kurengkuh ke dalam pelukanku. Kuangkat tubuh itu dan ia bergayut di leherku. Lidahnya terus menerabas batng leherku membuat nafasku terengah-engah nikmat.
Buah ddanya yang sungguh montok dan lembut menempel lekat di ddaku. Masuk ke kamar tidurnya, kurebahkan tubuh itu ke ranjang yang lebar dan empuk. Aku menariknya berdiri dan mulai melepaskan ** dan celna dlamnya. Ia membiarkan aku melakukan semua itu sambil mendsah-dsah menahan nfsunya yang pasti semakin menggla.
Setelah tak ada selembar benangpun yang menempel di tubuhnya, aku mundur dan memandangi tubuh telnjng bulat yang mengagumkan itu. Kulitnya putih bersih, wajahnya bulat telur dengan mata agak sipit seperti umumnya orang Cina. Rambutnya hitam tergerai sampai di punggungnya.
Buah ddanya sungguh besar namun padat dan menonjol ke depan dengan putng yang kemerah-merahan. Perutnya rata dengan lekukan pusar yang menawan. Pahnya mulus dengan pinggul yang bundar digantungi oleh dua bongkah pantt yang besar bulat padat. Di sela pha itu kulihat gundukan hitam lebat bulu kemluannya. Sungguh pemandangan yang indah dan menggarahkan br*hi.
“Ngapain hanya lihat tok,” protesnya.
“Aku kagum akan keindahan tubuhmu”, sahutku. Seiring Waktu
“Semuanya ini milikmu”, katanya sambil merentangkan tangan dan mendekatiku.
Tubuh bugl polos itu kini melekat erat ditubuhku. Didorongnya aku ke atas ranjang empuk itu. Mulutnya segera menjelajahi seluruh dda dan perutku terus menurun ke bawah mendekati pusar dan pangkal phaku. Tangannya lincah melepaskan celanaku. Celna d*lamku segera dipelorotnya. Seiring Waktu
Kemlunku yang sudah tegng itu mencuat keluar dan berdiri tegak. Tiba-tiba mulutnya menangkap batng kemluanku itu. Kurasakan sensai yang luar biasa ketika lidhnya lincah memutar-mutar kemluanku dalam mulutnya. Aku mengrang-ngrang nikmat menahan semua senssi g*la itu.
Puas mempermainkan kemluanku dengan mulutnya ia melepaskan diri dan merebahkan diri di sampingku. Aku menelentangkannya dan mulutku mulai beraksi. Kuserga buah dda kanannya sembari tangan kananku mermas-rmas buah dda kirinya. Bibirku menglum putng buah ddanya yang mengeras itu.
Buah ddanya juga mengeras diiringi deburan jantungnya. Puas buah dda kanan mulutku beralih ke buah dda kiri. Lalu perlahan tetapi pasti aku menuruni perutnya. Ia menggelnjang-lnjang menahan desakan brhi yang semakin menggla. Aku menjlati perutnya yang rata dan menjulurkan lidhku ke pusarnya.
“Auu..” erangnya, “Oh.. Oh.. Oh..” jeritnya semakin keras.
Mulutku semakin mendekati pangkal phanya. Perlahan-lahan phanya yang mulus padat itu membuka, menampakkan lbang surgwinya yang telah merekah dan basah. Rambut hitam lebat melingkupi lbang yang kemerah-merahan itu. Kudekatkan mulutku ke lubang itu dan perlahan lidhku menyuruk ke dalam lubang yang telah basah membanjir itu.
Ia menjerit dan spontan duduk sambil menekan kepalaku sehingga lidhku lebih dalam terbenam. Tubuhnya menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan. Panttnya menggeletar hebat sedang p*hanya semakin lebar membuka.
“Aaa.. Auu.. Ooo..”, jeritnya keras. Seiring Waktu
Aku tahu tidak ada sesuatu pun yang bakalan menghalangiku menikmati dan menytubuh si canting bahenon nan sksi ini. Tapi aku tak ingin menikmatinya sebagai orang rakus. Sedikit demi sedikit tetapi sangat nikmat. Aku terus mempermainkan kltorsnya dengan lidhku.
Tiba-tiba ia menghentakkan panttnya ke atas dan memegang kepalaku erat-erat. Ia melolong keras. Pada saat itu kurasakan banjir cairan vagnanya. Ia sudah mencapai orgsme yang pertama. Aku berhenti sejenak membiarkan ia menikmatinya. Sesudah itu mulailah aku menjelajahi kembali bagian tersnsitif dari tubuhnya itu.
Kembali erngan suaranya terdengar tanda brhinya mulai menaik lagi. Tangannya terjulur mencari-cari batng kejntnanku. Kemlunku telah tegak sekeras beton. Ia mermasnya. Aku menjerit kecil, karena nfsuku pun sudah diubun-ubun butuh penyelesaian. Seiring Waktu
Kudorong tubuh bahenon nan sksi itu rebah ke kasur empuk. Perlahan-lahan aku bergerak ke atasnya. Ia membuka phanya lebar-lebar siap menerima pentrasi kemluanku. Kepalanya bergerak-gerak di atas rambutnya yang terserak. Mulutnya terus menggumam tidak jelas. Matanya terpejam. Kuturunkan pant*tku.
Btang kemluanku berkilat-kilat dan memerah kepalanya siap menjalankan tugasnya. Kuusap-usapkan kemluanku di bibir kemluannya. Ia semakin menggelnjang seperti kepinding. “Cepat.. Cepat.. Aku sudah nggak tahan!” jeritnya. Kuturunkan panttku perlahan-lahan. Dan.. BLESS! Seiring Waktu
Kemalanku menerobos lang senggmanya diiringi jeritannya membelah malam. Tetangga sebelah mungkin bisa mendengar lolongannya itu. Aku berhenti sebentar membiarkan dia menikmatinya. Lalu kutekan lagi panttku sehingga kemluanku yang panjang dan besar itu menerobos ke dalam dan terbenam sepenuhnya dalam lang surg*wi miliknya.
Ia menghentak-hentakkan panttnya ke atas agar lebih dalam menerima diriku. Sejenak aku diam menikmati snsasi yang luar biasa ini. Lalu perlahan-lahan aku mulai menggerakkan kemluanku. Balasannya juga luar biasa. Dinding-dinding lubang kemluannya berusaha menggenggam batng kemluanku.
Rasanya seberti diggit-ggit. Panttnya yang bulat besar itu diputar-putar untuk memperbesar rasa nikmat. Buah ddanya tergoncang-goncang seirama dengan genjtanku di kemluannya.
Matanya terpejam dan bibirnya terbuka, berdsis-dsis mulutnya menahankan rasa nikmat. Dsisan itu berubah menjadi erngan kemudian jeritan panjang terlontar membelah udara malam. Kubungkam jeritannya dengan mulutku. Lidhku bertemu lidhnya. Sementara di bawah sana kemluanku leluasa bertarung dengan kemluannya, di sini lidhku pun leluasa bertarung dengan lidhnya.
“OH..”, er*ngnya, “Lebih keras sayang, lebih keras lagi.. Lebih keras.. Oooaah!”
Tangannya melingkar merangkulku ketat. Kuku-kukunya membenam di punggungku. Pahnya semakin lebar mengngkng. Terdengar bunyi kecipak lndir kemluannya seirama dengan gerakan panttku. Di saat itulah kurasakan gejala ledakan magma di batng kemluanku. Sebentar lagu aku akan org*sme.
“Aku mau keluar, Mei”, bisikku di sela-sela nafasku memburu.
“Aku juga”, sahutnya, “Di dalam sayang. Kel*arkan di dalam. Aku ingin kamu di dalam.”
Kupercepat gerakan panttku. Keringatku mengalir dan menyatu dengan keringatnya. Bibrku kutekan ke bbirnya. Kedua tanganku mencengkam kedua buah ddanya. Diiringi geraman keras kuhentakkan panttku dan kemluanku membenam sedalam-dalamnya. Sprmaku memancar deras. Ia pun melolong panjang dan menghentakkan panttnya ke atas menerima diriku sedalam-dalamnya. Seiring Waktu
Kedua phanya naik dan membelit panttku. Ia pun mencapai puncaknya. Kemlunku berdenyut-denyut memuntahkan sprmaku ke dalam rah8mnya. Inilah orgsmeku yang pertama di dalam kemluan seorang wanita sejak kematian isteriku. Dan ternyata wanita itu adalah Mei yang cantik bahnol dan s*ksi.
Sekitar sepuluh menit kami diam membatu mereguk semua detik kenikmatan itu. Lalu perlahan-lahan aku mengangkat tubuhku. Aku memandangi wajahnya yang berbinar karena brhinya telah terpuaskan. Ia tersenyum dan membelai wajahku.
“Ardy, kamu hebat sekali, sayang”, katanya, “Sudah lebih dari setahun aku tidak merasakan lagi kejntnan lelaki seperti ini.”
“Mei juga luar biasa”, sahutku, “Aku sungguh puas dan bangga bisa menkmati tubuhmu yang menawan ini. Mei tidak menyesal berstubuh denganku?”
“Tidak”, katanya, “Aku malah berbangga bisa menjadi wanita pertama sesudah kematian isterimu. Mau kan kamu mem*askan aku lagi nanti?”
“Tentu saja mau”, kataku, “Bodoh kalau nolak rejeki ini.” Ia tertawa.
“Kalau kamu lagi pingin, telepon saja aku,” lanjutnya, “Tapi kalau aku yang pingin, boleh kan aku nelpon?”
“Tentu.. Tentu..”, balasku cepat.
“Mulai sekarang kamu bisa menytubuh aku kapan saja. Tinggal kabarkan”, katanya.
Hatiku bersorak ria. Aku mencabut kemluanku dan rebah di sampingnya. Kurang lebih setengah jam kami berbaring berdampingan. Ia lalu mengajakku mandi. Lapar katanya dan pingin makan. Malam itu hingga hari Minggu siang sungguh tidak terlupakan. Kami terus berpacu dalam brhi untuk memuaskan nfsu.
Aku menytubuhnya di sofa, di meja makan, di dapur, di kamar mandi dalam berbagai posisi. Di atas, di bawah, dari belakang. Pendek kata hari itu adalah hari penuh kenikmatan brhi. Dapat ditebak, pertemuan pertama itu berlanjut dengan aneka pertemuan lain. Kadang-kadang kami mencari hotel tetapi terbanyak di rumahnya. Sesekali ia mampir ke tempatku kalau anak-anak lagi mengunjungi kakek dan neneknya. Pertemuan-pertemuan kami selalu diisi dengan permainan brhi yang panas dan mengga*rahkan. Seiring Waktu