COTO4D – Bermula dari ditinggal istri kabur karena aku ketahuan mencari daun muda, akhirnya Terjadilah Cerita ini, antara gue dengan ningsih, pembantu baruku yang lugu.. Sebut saja namaku Paul. Aku bekerja di sebuah instansi pemerintahan di kota S, selain juga memiliki sebuah usaha wiraswasta. Kisah Gadis Muda Pelayan Rumah Tangga
Sebetulnya aku sudah menikah, bahkan rasanya istriku tahu akan hobiku mencari daun-daun muda untuk “obat awet muda”. Dan memang pekerjaanku menunjang untuk itu, baik dari segi koneksi maupun dari segi finansial. Namun semenjak istriku tahu aku memiliki banyak sekali simp*nan, suatu hari ia meninggalkanku tanpa pamit.
Biarlah, malah aku bisa lebih bebas menyalurkan hsrat. Karena pembantu yang lama keluar untuk kwin di desanya, aku terpaksa mencari penggantinya di agen. Bukan saja karena berbagai pekerjaan rumah terbengkalai, juga rasanya kehilangan “obat stress”. Kisah Gadis
Salah seorang calon yang menarik perhatianku bernama Ningsih, baru berusia (hampir) 16 tahun, berwajah cukup manis, dengan lesung pipit. Matanya sedikit sayu dan bib*rnya kecil seksi. Seandainya kulitnya tidak sawo matang (meskipun bersih dan mulus juga), dia sudah mirip-mirip artis sinetron.
Meskipun mungil, bodinya padat, dan yang terpenting, dari sikapnya, aku yakin pengalaman gadis itu tidak sepolos wajahnya. Tanpa banyak tanya, langsung dia kuterima. Dan setelah beberapa hari, terbukti Ningsih memang cukup cekatan mengurus rumah. Kisah Gadis
Namun beberapa kali pula aku memergokinya sedang sibuk di dapur dengan mengenakan kaos ketat dan rok yang sangat mini. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, aku mendekat dari belakang dan kucubit p*ha gadis itu. Ningsih terpekik kaget, namun setelah sadar majikannya yang berdiri di belakangnya, ia hanya merengut manja dan disinilah awal Cerita Kami Dimulai.
Sore ini sepulang kerja aku kembali dibuat melotot disuguhi pemandangan yang ‘menegangkan’ saat Ningsih yang hanya berdaster tipis menngging sedang mengepel lantai, panttnya yang montok bergoyang kiri-kanan. Tampak garis celna dlamnya membayang di balik dasternya. Tidak tahan membiarkan pantt sesksi itu, kutepuk pant*t Ningsih keras-keras.
“Ngepel atau nyanyi dangdut sih? Goyangnya kok merngsng sekali!”
Ningsih terkikik geli mendengar komentarku, dan kembali meneruskan pekerjaannya. Dengan sengaja pant*tnya malah digoyang semakin keras.
Geli melihat tingkah Ningsih, kupegang pantt gadis itu kuat-kuat untuk menahan goyangannya. Saat Ningsih tertawa cekikikan, jempolku sengaja mengelus selngkngan gadis itu, menghentikan tawanya. Karena diam saja, perlahan kuelus pha Ningsih ke atas, menyingkapkan ujung dasternya.
”Eh… Ndoro… jangan..!” cegah Ningsih lirih.
“Nggak pa-pa, nggak usah takut, Nduk..!”
“Jangan, Ndoro… malu… jangan sekarang..!”
Dengan tergesa Ningsih bangkit membereskan ember dan kain pel, lalu bergegas menuju ke dapur. Malam harinya lewat intercom aku memanggil Ningsih untuk memijat punggungku yang pegal. Seharian penuh bersidang memang membutuhkan stamina yang prima. Agar tenagaku pulih untuk keperluan besok, tidak ada salahnya memberi pengalaman pada orang baru.
Gadis itu muncul masih dengan daster merah tipisnya sambil membawa minyak gosok. Ningsih duduk di atas ranjang di sebelah tubuhku. Sementara jemari lentik Ningsih memijati punggung, kutanya,
“Nduk, kamu sudah punya pacar belum..?”
“Disini belum Ndoro…” jawab gadis itu.
“Disini belum..? Berarti di luar sini sudah..?”
Sambil tertawa malu-malu gadis itu menjawab lagi,
“Dulu di desa saya pernah, tapi sudah saya putus.”
“Lho, kenapa..?”
“Habis mau enaknya saja dia.” Kisah Gadis
“Mau enaknya saja gimana..?” kejarku.
“Eh… itu, ya… maunya ngajak gituan terus, tapi kalau diajak kwin nggak mau.” Aku membalikkan badan agar ddaku juga turut dipijat.
“Gituan gimana? Memangnya kamu nggak suka..?”
Wajah Ningsih memerah, “Ya… itu… ngajak kelnan… tidur telnj*ng bareng…”
“Kamu mau aja..?”
“Ih, enggak! Kalau cuma disuruh ngmut burungnya saja sih nggak pa-pa. Mau sampai selesai juga boleh. Tapi yang lain Ningsih nggak mau..!” Aku tertawa, “Lha apa nggak belepotan..?” “Ah, enggak. Yang penting Ningsih juga puas tapi tetep perwan.”
Aku semakin terbahak, “Kalau kamu juga puas, terus kenapa diputus..?”
“Abis lama-lama Ningsih kesel! Ningsih kalau diajak macem-macem mau, tapi dia diajak k*win malah main mata sama cewek lain! Untung Ningsih cuma kasih *mut aja, jadi sampai sekarang Ningsih masih per*wan.”
“Main emt terus gitu apa kamu nggak pengin nyoba yang beneran..?” godaku. Wajah Ningsih kembali memerah, “Eh… katanya sakit ya Ndoro..? Terus bisa hamil..?” Kini Ningsih berlutut mengngk*ngi tubuhku sambil menggosokkan minyak ke perutku.
Saat gadis itu sedikit membungkuk, dari balik dasternya yang longgar tampak belahan buah ddanya yang montok alami tanpa penopang apapun. Sambil tanganku menglus-els kedua pha Ningsih yang terkngkng, aku menggoda,
“Kalau sama Ndoro, Ningsih ngasih yang beneran atau cuma diem*t..?”
Pipi Ningsih kini merah padam, “Mmm… memangnya Ndoro mau sama Ningsih? Ningsih kan cuma pembantu? Cuma pelayan?”
“Nah ini namanya juga melayani. Iya nggak?”
Ningsih hanya tersenyum malu. Kisah Gadis
“Aaah! Itu kan cuma jabatan. Yang penting kan orangnya..!”
“Ehm.., kalau hmil gimana..?” “Jangan takut Nduk, kalau cuma sekali nggak bakalan hmil. Nanti Ndoro yang tanggung jawab..”
Meskipun sedikit ragu dan malu, Ningsih menuruti dan menanggalkan dasternya. Sambil meletakkan panttnya di atas phaku, gadis itu dengan tersipu menyilangkan tangannya untuk menutupi kemontokan kedua paydaranya. Untuk beberapa saat aku memuaskan mata memandangi tubuh montok yang nyaris telnj*ng,
Sementara Ningsih dengan jengah membuang wajah. Dengan tidak sabaran kutarik pinggang Ningsih yang meliuk mulus agar ia berbaring di sisiku. Seumur hidup mungkin baru sekali ini Ningsih merasakan berbaring di atas kasur seempuk ini.
Langsung saja kusergap gadis itu, kucumi bibrnya yang tersenyum malu, pipinya yang lesung pipit, menggeryangi sekujur tubuhnya dan mermas-rmas kedua paydaranya yang kenyal menggiurkan. Putng susnya yang kemerahan terasa keras mengcung. Kedua paydara gadis itu tidak terlalu besar, namun montok pas segenggaman tangan.
Dan kedua bukit itu berdiri tegak menantang, tidak menggantung. Gadis desa ini memang sedang ranum-ranumnya, siap untuk dipetik dan dinikmati.
“Mmmhh… Oh! Ahhh! Oh… Ndorooo… eh.. mmm… burungnya… mau Ningsih em*t dulu nggak..?” tanya gadis itu diantara nafasnya yang terengah-engah.
“Lepas dulu celna dlam kamu Nduk, baru kamu boleh emt.” Tersipu Ningsih bangkit, lalu memelorotkan celna dlamnya hingga kini gadis itu telnjng bulat. Perlahan Ningsih berlutut di sisiku, meraih kejntnanku dan mendekatkan wajahnya ke selngk*nganku.
Sambil menyibakkan rambutnya, gadis itu sedikit terbelalak melihat besarnya kejntnanku. Mungkin ia membayangkan bagaimana benda berotot sebesar itu dapat masuk di tubuhnya. Aku segera merasakan sensasi yang luar biasa ketika Ningsih mulai menglum kejntnanku, memainkan ldahnya dan mengh*sap dengan mulut mungilnya sampai pipinya ‘kempot’. Kisah Gadis
Gadis ini ternyata pintar membuat kejntnanku cepat gagah.
“Ehm… srrrp… mmm… crup! Ahmm… mmm… mmmh..! Nggolo (ndoro)..! Hangang keyas-keyas (jangan keras-keras)..! Srrrp..!”
Gadis itu tergeliat dan memprotes ketika aku meraih paydaranya yang montok dan mermasinya.
Namun aku tak perduli, bahkan tangan kananku kini menglus belahan pantt Ningsih yang bulat penuh, terus turun sampai ke bibr kemlunnya yang masih jarang-jarang rambutnya. Maklum, masih perwan. Gadis itu tergelinjang tanpa berani bersuara ketika jemariku menyibakkan bibr kemlunnya dan menelusup dalam kemlunnya yang masih perwan.
Merasa kejntnanku sudah cukup gagah, kusuruh Ningsih mengambil pisau cukur di atas meja, lalu kembali ke atas ranjang. Tersipu-sipu gadis perawan itu mengambil bantal berusaha untuk menutupi ketelnjngannya. Malu-malu gadis itu menuruti perintah majikannya berbaring telentang menekuk lutut dan merenggangkan phanya, mempertontonkan rambut kemlu*nnya yang hanya sedikit.
Tanpa menggunakan foam, langsung kucukur habis rambut di selngkngan gadis itu, membuat Ningsih tergelinjang karena perih tanpa berani menolak. Kini bibr kemlun Ningsih mulus kemerah merahan seperti kemlun seorang gadis yang belum cukup umur, namun dengan paydara yang kencang.
Dengan sigap aku menindih tubuh montok menggiurkan yang telnjng bulat tanpa sehelai benang pun itu. Tersipu-sipu Ningsih membuang wajah dan menutupi paydaranya dengan telapak tangan. Namun segera kutarik kedua tangan Ningsih ke atas kepalanya, lalu menyibakkan pha gadis itu yang sudah mengngkng.
Pasrah Ningsih memejamkan mata menantikan saatnya mempersembahkan keperwanannya. Gadis itu menahan nafas dan menggigit bibr saat jemariku mempermainkan bibr kemlunnya yang basah terngsng. Perlahan kedua pha mulus Ningsih terkngkng semakin lebar.
Aku menyapukan ujung kejntnanku pada bibr kemlun gadis itu, membuat nafasnya semakin memburu. Perlahan tapi pasti, kejntnanku menerobos masuk ke dalam kehangatan tubuh perwan Ningsih. Ketika selput dara gadis manis itu sedikit menghalangi, dengan perkasa kudorong terus, sampai ujung kejntnanku menyodok dasar lang kemlun Ningsih.
Ternyata kemlun gadis ini kecil dan sangat dangkal masih perwan. Kejntannku hanya dapat masuk seluruhnya dalam kehangatan keperwanannya bila didorong cukup kuat sampai menekan dasar kemlunnya. Itu pun segera terdesak keluar lagi.
Ningsih terpekik sambil tergeliat merasakan pedih menyengat di selngkngannya saat kurenggutkan keperwanan yang selama ini telah dijaganya baik-baik. Tapi gadis itu hanya berani mermas-rmas bantal di kepalanya sambil menggigit bibr menahan sakit.
Air mata gadis itu tak terasa menitik dari sudut mata, mengaburkan pandangannya. Ningsih merintih kesakitan ketika aku mulai bergerak menikmati kehangatan kemlunnya yang serasa ‘megap-megap’ dijejali benda sebesar itu. Namun rasa sakit dan pedih di selngkngannya perlahan tertutup oleh sensasi geli-geli nikmat yang luar biasa.
Tiap kali kejntnanku menekan dasar kemlunnya, gadis itu tergelinjang oleh ngilu bercampur nikmat yang belum pernah dirasakannya. Kejntannku bagai dirmas-rmas dalam liang kemlun Ningsih yang begitu ‘peret’ dan legit. Dengan perkasa kudorong kejntnanku sampai masuk seluruhnya dalam selngkngan gadis itu, membuat Ningsih tergelinjang-gelinjang sambil merntih nikmat tiap kali dasar kemlu*nnya disodok.
“Ahh… Ndoro..! Aa… ah..! Aaa… ahk..! Oooh..! Ndorooo… Ningsih pengen… pih… pipiiis..! Aaa… aahh..!”
Sensasi nikmat luar biasa membuat Ningsih dengan cepat terorgsme. “Tahan Nduk! Kamu nggak boleh ppis dulu..! Tunggu Ndoro ppisin kamu, baru kamu boleh ppis..!”
Dengan patuh Ningsih mengencangkan otot selngkngannya sekuat tenaga berusaha menahan p*pis, kepalanya menggeleng-geleng dengan mata terpejam, membuat rambutnya berantakan, namun beberapa saat kemudian…
“Nggak tahan Ndorooo..! Ngh…! Ngh…! Ngggh! Aaaiii… iik..! Aaa… aaahk..!”
Tanpa dapat ditahan-tahan, Ningsih tergelinjang-gelinjang di bawah tindihanku sambil memekik dengan nafas tersengal-sengal. Paydaranya yang bulat dan kenyal berguncang menekan ddaku saat gadis itu memeluk erat tubuh majikannya, dan kemlunnya yang begitu rapat bergerak mencucup-cucup.
Berpura-pura marah, aku menghentikan genjotannya dan menarik kejntnanku keluar dari tubuh Ningsih.
“Dibilang jangan ppis dulu kok bandel..! Awas kalau berani ppis lagi..!”
Tampak kejntnanku bersimbah cairan bening bercampur kemerahan, tanda gadis itu betul-betul masih per*wan.
Gadis itu mengira majikannya sudah selesai, memejamkan mata sambil tersenyum puas dan mengatur nafasnya yang ‘senen-kamis’. Di pangkal pha gadis itu tampak juga drah perwan menitik dari bibr kemlunnya yang perlahan menutup.
Aku menarik pinggang Ningsih ke atas, lalu mendorong sebuah bantal empuk ke bawah pantt Ningsih, membuat tubuh telnjng gadis itu agak melengkung karena panttnya diganjal bantal. Tanpa basa-basi kembali kutindih tubuh montok Ningsih, dan kembali kutncpkan kejntnanku dalam liang kemlun gadis itu.
Dengan posisi pantt terganjal, klntt Ningsih yang peka menjadi sedikit mendongak. Sehingga ketika aku kembali melanjutkan tuskanku, gadis itu tergelinjang dan terpekik merasakan sensasi yang bahkan lebih nikmat lagi dari yang barusan.
“Mau terus apa brenti, Nduk..?” godaku.
“Aii… iih..! He.. eh..! Terus Ndorooo..! Enak..! Enak..! Aahh… Aiii… iik..!”
Tubuh Ningsih yang montok menggiurkan tergelnjang-gelnjang dengan nikmat dengan nafas tersengal-sengal diantara pekikan-pekikan manjanya.
“Ooo… ohh..! Ndoroo.., Ningsih pengen p*pis.. lagiii… iih..!”
“Yang ini ditahan dulu..! Tahan Nduk..!”
“Aa.. aak..! Ampuuu… unnhh..! Ningsih nggak kuat… Ndorooo..!”
Seiring pekikan manjanya, tubuh gadis itu tergeliat-geliat di atas ranjang empuk. Kisah Gadis
Pekikan manja Ningsih semakin keras setiap kali tubuh telnjngnya tergerinjal saat kusodok dasar lang kegadsannya, membuat kedua phanya tersentak mengngkng semakin lebar, semakin mempermudah aku menikmati tubuh perwannya.
Dengan gemas sekuat tenaga kurmas-rmas kedua paydara Ningsih hingga tampak berbekas kemerah-merahan. Begitu kuatnya rmasanku hingga cairan putih sus* menitik keluar dari put*ngnya yang kecoklatan.
“Ahhhk..! Aaa.. aah! Aduu.. uhh! Sakit Ndorooo..! Ningsih mau pipiiiiss..!” Kisah Gadis
Dengan maksud menggoda gadis itu, aku menghentikan sodokannya dan mencabut kejntnannya justru disaat Ningsih mulai orgsme. “Mau ppis Nduk..?” tanyaku pura-pura kesal.
“Oohh… Ndorooo… terusin dong..! Cuma ‘dikit, nggak pa-pa kok..!” rengek gadis itu manja.
“Kamu itu nggak boleh ppis sebelum Ndoro ppisin kamu, tahu..?” aku terus berpura-pura marah.
Tampak bibr kemlun Ningsih yang gundul kini kemerah-merahan dan bergerak berdnyut.
“Enggak! Enggak kok! Ningsih enggak berani Ndoro..!”
Ningsih memeluk dan berusaha menarik tubuhku agar kembali menindih tubuhnya. Rasanya sebentar lagi gadis itu mau ppis untuk ketiga kalinya. “Kalau sampai ppis lagi, Ndoro bakal marah, lho Nduk..?” kurmas kedua buah dda montok Ningsih.
“Engh… Enggak. Nggak berani.” Wajah gadis itu berkerut menahan ppis. “Awas kalau berani..!” kukeraskan cengkeraman tangannya hingga paydara gadis itu seperti balon melotot dan cairan putih sus* kembali menetes dari put*ngnya.
“Ahk! Aah..! Nggak berani, Ndoro..!”
Ningsih mengggit bibr menahan sakitnya rmasan-rmasanku yang bukannya dilepas malah semakin kuat dan cepat. Namun gadis itu segera merasakan ganjarannya saat kejntnanku kembali menghajar kemlunnya. Tak ayal lagi, Ningsih kembali tergiur tanpa ampun begitu dasar liang kemlunnya ditekan kuat.
“Ngh..! Ngh..! Nggghhh..! Ahk… Aaa… aahhh..! Ndorooo… ampuuu… uun..!”
Tubuh montok gadis itu tergerinjal seiring pekikan manjanya. Begitu cepatnya Ningsih mencapai puncak membuat aku semakin gemas menggeluti tubuh per*wannya.
Kisah Gadis Ini
Tanpa ampun kucengkeram kedua bukit montok yang berdiri menantang di hadapanku dan mermasinya dengan kuat, meninggalkan bekas kemerahan di kulit paydara Ningsih. Sementara genjtan demi genjtan kejntnanku menyodok kemlun gadis itu yang hangat mencucup-cucup menggiurkan, bagai memohon semburan puncak.
Gadis itu sendiri sudah tak tahu lagi mana atas mana bawah, kenikmatan luar biasa tidak henti-hentinya memancar dari selngkngannya. Rasanya seperti ingin p*pis tapi nikmat luar biasa membuat Ningsih tidak sadar memekik-mekik manja. Kisah Gadis
Kedua phanya yang sehari-hari biasanya disilangkan rapat-rapat, kini terkngkng lebar, sementara liang kemlunnya tanpa dapat ditahan-tahan berdenyut mencucup kejntnanku yang begitu perkasa mengggahinya. Sekujur tubuh gadis itu basah bersimbah keringat.
“Hih! Rasain! Dibilang jangan ppis! Mau ngelawan ya..!” Gemas kucengkeram kedua buah dda Ningsih erat-erat sambil menghentakkan kejntnanku sejauh mungkin dalam kemlun dangkal gadis itu. Ningsih terglinjang-gelnjang tidak berdaya tiap kali dasar kemlunnya disodok.
Pant*t gadis itu yang terganjal bantal empuk berulangkali tersentak naik menahan nikmat.
“Oooh… Ndorooo..! Ahk..! Ampun..! Ampun Ndoroo..! Sudah..! Ampuuu.. unn..!” Ningsih merintih memohon ampun tidak sanggup lagi merasakan kegiuran yang tidak kunjung reda.
Begitu lama majikannya mengggahinya, seolah tidak akan pernah selesai. Tidak terasa air matanya kembali berlinang membasahi pipinya. Kedua tangan gadis itu menggapai-gapai tanpa daya, pha mulusnya tersentak terkangkang tiap kali kemlunnya dijejali kejntnanku, nafasnya tersengal dan terputus-putus.
Bagian dalam tubuhnya terasa ngilu disodok tanpa henti. Putus asa Ningsih merengek memohon ampun, majikannya bagai tak kenal lelah terus mengggahi kegdisannya. Bagi gadis itu seperti bertahun-tahun ia telah melayani majikannya dengan pasrah.
Menyadari kini Ningsih sedang terorgsme berkepanjangan, aku tarik pha Ningsih ke atas hingga menyentuh paydaranya dan merapatkannya. Akibatnya kemlun gadis itu menjadi semakin sempit menjepit kejnt*nanku yang terus menghentak keluar masuk.
Ningsih berusaha kembali mengngkng, namun dengan perkasa semakin kurapatkan kedua pha mulusnya. Mata Ningsih yang bulat terbeliak dan berputar-putar, sedangkan bibrnya merah merekah membentuk huruf ‘O’ tanpa ada suara yang keluar. Sensasi antara pedih dan nikmat yang luar biasa di selngkngannya kini semakin menjadi-jadi.
Aku semakin bersemangat menggnjotkan kejntnanku dalam hangatnya cengkeraman pangkal pha Ningsih, membuat gadis itu terpekik-pekik nikmat dengan tubuh terdorong menyentak ke atas tiap kali kemlunnya disodok keras.
“Hih! Rasain! Rasain! Nih! Nih! Nihh..!” aku semakin geram merasakan kemlun Ningsih yang begitu sempit dan dangkal seperti mencucup-cucup kejntnanku. Kisah Gadis
“Ahh..! Ampuuu…uun… ampun… Ndoro! Aduh… sakiit… ampuuu… un..!”
Begitu merasakan kenikmatan mulai memuncak, dengan gemas kurmas kedua paydara Ningsih yang kemerah-merahan berkilat bersimbah keringat dan cairan putih dari putngnya, menumpukan seluruh berat tubuhku pada tubuh gadis itu dengan kedua pha gadis itu terjepit di antara tubuh kami, membuat tubuh Ningsih melesak dalam empuknya ranjang.
Pekikan tertahan gadis itu, gelnjangan tubuhnya yang padat telnjng dan ‘peret’-nya kemlunnya yang masih perwan membuatku semakin hebat menggeluti gadis itu.
“Aduh! Aduu… uuhh… sakit Ndoro! Aaah… aaamm… aaammpuuun… ampuuu… uun Ndoro.. Ningsih… pipiiii… iiis! Aaammm… puuun..!”
Dan akhirnya kuhjamkan kejntnanku sedalam-dalamnya memenuhi kemlun Ningsih, membuat tubuh telnjng gadis itu terlonjak dalam tindihanku, namun tertahan oleh cengkeraman tanganku pada kedua buah dda Ningsih yang halus mulus.
Tanpa dapat kutahan, kusemburkan sprma dalam cucupan kemlun Ningsih yang hangat menggiurkan sambil dengan sekuat tenaga mermas-rmas kedua buah dda gadis itu, membuat Ningsih tergerinjal antara sakit dan nikmat.
“Ahk! Auh..! Aaa… aauuhh! Oh… ampuuu…uun Ndoro! Terus Ndoro..! Ampuuun! Amm… mmh..! Aaa… aaakh..!”
Dengan puas aku menjatuhkan tubuh di sisi tubuh Ningsih yang sintal, membuat gadis itu turut terguling ke samping, namun kemudian gadis itu memeluk tubuhku. Sambil terisak-isak bahagia, Ningsih memeluk tubuhku dan mengelus-elus punggungku.
Sambil mengatur nafas, aku berpikir untuk menaikkan gaji Ningsih beberapa kali lipat, agar gadis itu betah bekerja di sini, dan dapat melayaniku setiap saat. Dengan tubuh yang masih gemetar dan lemas, Ningsih perlahan turun dari ranjang dan mulai melompat-lompat di samping ranjang. Kisah Gadis
Keheranan aku bertanya, “Ngapain kamu, Nduk..?”
“Katanya… biar nggak hmil harus lompat.. lompat, Ndoro..” jawab gadis itu polos. Aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya, melihat cairan kental meleleh dari pngkal p*ha gadis itu yang mulus tanpa sehelai rambut pun.