Uncategorized

Kehadiranku untuk Kakak Ipar yang Kesepian

MARIOQQ – Kejadian ini berlangsung kira-kira 2 tahun yang lalu, waktu itu aku diminta oleh ibu mertua untuk mengambil suatu barang di rumah kakak ipar perempuanku sekalian menengok dia karena sudah lama tidak ketemu. Kakak iparku ini (sebut saja namanya Febri) memang tinggal sendirian, walaupun sudah k*win tetapi belum punya anak dan saat ini sudah pisah ranjang dengan suaminya yang kerja di kota lain. Kehadiranku untuk Kakak Ipar yang Kesepian

Aku sampai di rumahnya sekitar jam 19:00 dan langsung mengetuk pintu pagarnya yang sudah terkunci. Tak lama kemudian Febri muncul dari dalam dan sudah tahu bahwa aku akan datang malam ini.
“Ayo Yan, masuk.., langsung dari kantor?, Sorry pintunya sudah digembok, soalnya Febri tinggal sendiri jadi harus hati-hati”, Sambutnya.

Kehadiranku untuk Kakak

Kehadiranku untuk Kakak Ipar yang Kesepian

Febri malam itu sudah memakai daster tidur karena toh yang bakalan datang juga masih terhitung adiknya, daster yang dia pakai mempunyai potongan leher yang lebar dengan model tangan ‘you can see’. Kami kemudian ngobrol dan nonton TV sambil duduk bersebelahan di sofa ruang tengah. Kehadiranku untuk Kakak

Selama ngobrol, Febri sering bolak-balik mengambil minuman dan snack buat kita berdua. Setiap dia menyajikan makanan atau minuman di meja, secara tidak sengaja aku mendapat kesempatan melihat kedalam dasternya yang menampilkan kedua pay*daranya secara utuh karena Febri tidak memakai ** lagi dibalik dasternya.

Febri memang lebih cantik dari istriku. Tubuhnya mungil dengan kulit yang putih dan rambut yang panjang tergerai. Walaupun sudah kwin cukup lama tapi karena tidak punya anak tubuhnya masih terlihat langsing dan ramping. Paydaranya yang kelihatan olehku, walaupun tidak terlalu besar tetapi tetap padat dan membulat.

Melihat pemandangan begini terus-menerus aku mulai tidak bisa berpikir jernih lagi dan puncaknya tiba-tiba kusergap dan tindih Febri di sofa sambil berusaha mencumi bibrnya dan mermas-rmas pay*daranya. Febri kaget dan menjerit, “Yan, apa-apaan kamu ini!”.

Dengan sekuat tenaga dia mencoba berontak, menampar, mencakar dan menendang-nendang. Tapi perlawanannya membuat brhiku semakin tinggi apalagi akibat gerakannya itu pakaiannya menjadi makin tidak karuan dan semakin merangs*ng.

“Breett..”, daster bagian atas kurobek ke bawah sehingga sekarang kedua paydaranya terpampang dengan jelas. Putngnya yang berwarna coklat tua terlihat kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Febri terlihat shock dengan kekasaranku, perlawanannya mulai melemah dan kedua tangannya berusaha menutup dad*nya yang terbuka.

“Yan.., ingat, kamu itu adikku..”, rinthnya memelas. Aku tidak mempedulikan rinthannya dan terus kutarik daster yang sudah robek itu ke bawah sekaligus dengan celna dlamnya yang sudah aku tidak ingat lagi warnanya. Sekarang dengan jelas dapat kulihat v*ginanya yang ditumbuhi dengan bulu-bulu hitam yang terawat baik.

Setelah berhasil menel*njangi Febri, kulepaskan pegangan pada dia dan berdiri di sampingnya sambil mulai melepaskan bajuku satu persatu dengan tenang. Febri mulai menangis sambil meringkuk di atas sofa sambil sebisa mungkin mencoba menutupi badannya dengan kedua tangannya.

Saat itu pikiranku mulai jernih kembali menyadari apa yang telah kulakukan tapi pada titik itu, aku merasa tidak bisa mundur lagi dan aku putuskan untuk berlaku lebih halus. Setelah aku sendiri telanj*ng, kubopong tubuh mungil Febri ke kamarnya dan kuletakkan dengan lembut di atas ranjang.

Dengan halus kutepiskan tangannya yang masih menutupi paydara dan vginanya, kemudian aku mulai menindih badannya. Febri tidak melawan. Febri memalingkan muka dengan mata terpejam dan berurai air mata setiap kali aku mencoba mencum bibrnya.

Gagal mencum bibrnya, aku teruskan mencumi telinga, leher dad dan berhenti untuk menglum putng dan mermas-rmas paydara satunya lagi. Febri tidak bereaksi. Aku lanjutkan petualangan bibrku lebih ke bawah, perut dan vginanya sambil merentangkan pahnya lebar-lebar terlebih dahulu.

Aku mulai dengan menjlati dan menghisp clitrisnya yang cukup kecil karena sudah disunat (sama dengan istriku). Febri mulai bereaksi. Setiap kuhisp clitrisnya Febri mulai mengangkat panttnya mengikuti arah hispan. Kemudian dengan ldah, kucoba membuka lbia minoranya dan memainkan ldahku pada bagian dalam lang senggmanya. Kehadiranku untuk Kakak

Kehadiranku untuk Kakak Ipar yang Kesepian

Tangan Febri mulai mermas-rmas kain sprei sambil menggigit bibr. Ketika vginanya mulai basah kumasukkan jari menggantikan ldahku yang kembali berpindah ke putng paydaranya. Mula-mula hanya satu jari kemudian disusul dua jari yang bergerak keluar masuk lang sengg*manya.

Febri mulai berdsah dan memalingkan mukanya ke kiri dan ke kanan. Sekitar dua atau tiga menit kemudian aku tarik tanganku dari vginanya. Merasakan ini, Febri membuka matanya (yang selama ini selalu tertutup) dan menatapku dengan pandangan penuh harap seakan ingin diberi sesuatu yang sangat berharga tapi tidak berani ngomong.

Aku segera merubah posisi badanku untuk segera menyetbuhnya. Melihat posisi ‘tempur’ seperti itu, pandangan matanya berubah menjadi tenang dan kembali menutup matanya. Kuarahkan pensku ke bibr v*ginanya yang sudah berwarna merah matang dan sangat becek itu.

Secara perlahan pensku masuk ke lang senggmanya dan Febri hanya mengigit bibrnya. Tiba-tiba tangan Febri bergerak memegang sisa btang pensku yang belum sempat masuk, sehingga pen*trasiku tertahan.
“Yan, kita tidak boleh melakukan hal ini..”, Kata Febri setengah berbisik sambil memandangku.

Tapi waktu kulihat matanya, sama sekali tidak ada penolakkan bahkan lebih terlihat adanya brhi yang tertahan. Aku tahu dia berkata begitu untuk berusaha memperoleh pembenaran atas perbuatan yang sekarang jadi sangat diinginkannya. Kehadiranku untuk Kakak

“Tidak apa-apa ‘Na, kita kan bukan saudara kandung, jadi ini bukan incest”, Jawabku.
“Nikmati saja dan lupakan yang lainnya”.
Mendengar perkataanku itu, Febri melepaskan pegangannya pada pensku yang sekaligus aku tangkap sebagai instruksi untuk melanjutkan ‘perksaannya’.

Dalam ‘posisi standard’ itu aku mulai memompa Febri dengan gerakan perlahan, setiap kali pensku masuk, aku ambil sisi lang senggma yang berbeda sambil mengamati reaksinya. Dari eksperimen awal ini aku tahu bahwa bagian paling sensitif dia terletak pada dinding dalam bagian atas yang kemudian menjadi titik sasaran pensku selanjutnya.

Strategi ini ternyata cukup efektif karena belum sampai dua menit Febri sudah orgsme, tangannya yang asalnya hanya mermas-rmas sprei tiba-tiba berpindah ke panttku. Febri dengan kedua tangannya berusaha menekan panttku supaya pensku masuk semakin dalam,

Sedangkan dia sendiri mengangkat dan menggoyangkan panttnya untuk membantu semakin membenamnya pensku itu. Untuk sementara kubiarkan dia mengambil alih. “sshh.., aahh”, rinthnya berulang-ulang setiap kali pensku terbenam.

Style ini kuambil karena cocok dengan cewek yang bagian sensitifnya seperti Febri dimana vgina Febri tertarik ke atas oleh gerakan pens yang cenderung vertikal. Febri mengalami dua kali orgsme dalam posisi ini. Ketika gerakan Febri semakin lar dan juga aku mulai merasa akan ejaklasi aku rubah stylenya lagi menjadi ‘frgwalk’ (kedua kaki Febri tetap rapat dan aku setengah berlutut/berjongkok).

Dalam posisi ini setiap kali aku tuskkan pensku, otomatis vgina sampai pantt Febri akan terangkat sedikit dari permukaan kasur menimbulkan sensasi yang luar biasa sampai pupil mata Febri hanya terlihat setengahnya dan mulutnya mengeluarkan erngan bukan rinthan lagi.

Kehadiranku untuk Kakak Ipar yang Kesepian

“Na, aku sudah mau keluar. Di mana keluarinnya?”, Kataku sambil terus memompa secara pelan tapi dalam.
“Aku keluar sekarraang..”, teriakku. Kehadiranku untuk Kakak

Aku tekan vginanya keras-keras sampai terangkat sekitar 10 cm dari kasurnya dan caran ken*kmatan tersemprot dengan kerasnya yang menyebabkan untuk sesaat aku lupa akan dunia.
“Jangan di cabut dulu Yan..”, bisik Febri.

Kehadiranku untuk Kakak Ipar yang Kesepian

“Yan, kenapa kamu lakukan ini ke Febri?”, tanyanya sambil memeluk pinggangku.
“Kamu sendiri rasanya gimana?”, aku balik bertanya.
“Mulanya kaget dan takut, tapi setelah kamu berubah memperlakukan Febri dengan lembut tiba-tiba brhi Febri terpancing dan akhirnya turut menikmati apa yang belum pernah Febri rasakan selama ini termasuk dari suami Febri”, Jawabnya.

Kita kemudian mengobrol seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa dan sebelum pulang kuset*buhi Febri sekali lagi, kali ini dengan sukarela. Sejak malam itu, aku ‘memelihara’ kakak iparku dengan memberinya nafkah lahir dan batin menggantikan suaminya yang sudah tidak mempedulikannya lagi. Febri tidak pernah menuntut lebih karena istriku adalah adiknya dan aku membalasnya dengan menjadikan ‘pendamping tetap’ setiap aku pergi ke luar kota atau ke luar negeri. Kehadiranku untuk Kakak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *